Selasa, 12 Mei 2009

pengertian, kedudukan dan fungsi hadis

A. PENGERTIAN DAN MURADIF HADITS
1. Pengertian Hadits
1) Hadits menurut lughat
• Jadid : yang baru
• Qarib : yang dekat, yang belum lama terjadi
• Khabar : warta yakni sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang
2) Hadits menurut istilah
• Menurut ahli hadits :
Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan yang sebagainya.
• Menurut ahli ushul :
Hadits adalah segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.
2. Muradif Hadits
1) Sunnah
• Lughat : Sunnah berarti jalan yang dijalani, terpuji atau tidak, suatu tradisi yang sudah dibiasakan walaupun tidak baik.
• Istilah menurut :
 Ahli hadits :
Sunnah berarti segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir, sifat,akhlak dan perjalanan Rasulullah SAW.
 Ahli usul :
Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain al-Qur’an al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara’.
 Ahli fiqh :
Segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang difardukan dan diwajibkan. Menurut mereka, Snnah meupakan salah satu hukum yang lima (wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah), dan yang tidak termasuk kelima hukum ini disebut bid’ah.
2) Khabar
• Lughat : warta berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang
• Istilah : berarti yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada sahabat, juga tabi’in.
3) Atsar
• Lughat : bekas atau sisa sesuatu
• Istilah menurut :
 Muhammad Ajjaj al-Khatib :
Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan thabi’in akan tetapi fuqaha khurasan menamakan atsa untuk mauquf dan menamakan khabar untuk marfu.
 Az-Zarkasyi :
memakai atsar untuk hadits mauquf, tapi membolehkan untuk hadits marfu.
 Ath Thahawy :
memakai kata atsar untuk yang dating dari Nabi dan sahabat.
 Ath Thabary :
memakai kata atsar untuk yang dating dari Nabi saja.
B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS
1. Kedudukan Hadits
Seluruh umat Islam, sepakat bahwa hadits itu kedudukannya sebagai sumber hukum Islam yang ke dua setelah al-Qur’an.untuk mengetahui sejauhmana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat beberapa dalil sebagai berikut :
1) Dalil al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai Rasul diantaranya :
• Ali-Imran : 179
• An-Nisa : 136
Sedangkan dalil tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW diantaranya :
• Ali-Iman : 32
• Al-Hasyr : 7
• An-Nisa : 59
• An-Nur : 54
2) Dalil al-Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah Saw berkenaan ndengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda yang artinya : “Aku tinggalkan dua pusaka untuk mu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”.
3) Ijma
Banyak peristiwa yang menunjukan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini
• Saat Umar berada di depan hajar aswad ia berkata : “Saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandaianya saya tidak melihat Rasullullah menciummu, saya tidak akan menciummu”
• Diceritakan dari Sa’ad bin Musayyab bahwa Utsman bin Affan berkata : “Saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah Saw, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah, dan saya sholat sebagaimana sholatnya Rasul ”
4) Sesuai dengan Petunjuk Akal
Bila kerasulan Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan, maka sudah selayaknya segala peraturan dan perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan ilham atau hasil ijtihad semata, ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Di samping itu secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW sebagai Rasul mengharuskan ummatnya mentaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.
2. Fungsi Hadits
• Menurut Malik bin Annas ada lima :
1) Bayan At-Taqrir
2) Bayan At-Tafsir
3) Bayan At-Tafsil
4) Bayan Al-Bats
5) Bayan At-Tasyri
• Menurut Syafi’I ada lima :
1) Bayan At-Tafsil
2) Bayan At-Takhsis
3) Bayan At-Ta’yin
4) Bayan At-Tasyri
5) Bayan An-Nasakh
• Menurut Ahmad Bin hambal ada empat :
1) Bayan At-ta’qid
2) Bayan At-tafsir
3) Bayan At-Tasyri
4) Bayan At-Takhsis
PENGERTIAN
1) Bayan At-Taqrir
Bayan At-taqrir disebut juga bayan At-Ta’qid dan bayan al-Isbat. Yang dimaksud dengan bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-Qur’an. Fungsi al-Hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.
2) Bayan At-Tafsir
Bayan At-tafsir adalah memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan Taqyid ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mutlaq dan memberikan Takhsis ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum.
3) Bayan At-Tasyri
Bayan At-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Di sebut juga Bayan Za’id ‘ala al-kitab al-karim.
4) Bayan An-Nasakh
Kata An-Nasakh secara bahasa, bermacam-macam arti, bias berarti al-ibtal, al-ijalah, at-tahwil, at-taqyir. Sedangkan menurut ulama mutaqaddimin, bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ (yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian.
5) Bayan At-Tafsil
Al-qur’an bersifat mujmal, agar ia dapat difungsikan dan berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan yang bagaimanapun maka diperlukan perincian oleh hadits.
6) Bayan Takhsis
Selain berfungsi untuk menafsirkan al-qur’an, Hadits juga berfungsin memberi penjelasan tentang kekhususan-kekhususan ayat-ayat yang bersifat umum.
7) Bayan Ta’yin
Haditsw Nabi SAW berfungsi untuk menentukan mana yang dimaksud diantaran dua atau tiga perkara yang mungkin dimaksukan lafadz-lafadz musytarak dalam Al-Qur’an.
C. PERBEDAAN AL-QUR’AN DENGAN HADITS
Sekalipun al-Qur'an dan as-Sunnah / al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
a. Al-Qur'an nilai kebenarannya adalah qath'I ( absolut ), sedangkan al-Hadits adalah zhanni ( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur'an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab disamping ada sunnah yang tasyri' ada juga sunnah yang ghairu tasyri’. Disamping ada hadits yang shahih ada pula hadits yang dha’if dan seterusnya.
c. Al-Qur'an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur'an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits.







REFERENSI
Ashiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta ; Bulan Bintang, 1954.
Darmalaksana, Wahyudin, Hadis di mata Orientalis, Bandung : Benang Merah Press, 2004.
Suparta, Munzier dan Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996.
Nuruddin, Ulumul al-Hadits 2, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994.
Rahman, Fatchur, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung : Alma’arif, 1974.
Priatna, Tedi, Sari Kuliah Ilmu Hadits, 1997.
www.nursyifa.net

Tidak ada komentar: